Menteri HAM Natalius Pigai: Kasus Keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis Bukan Pelanggaran HAM

Patitimes.com– Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai baru-baru ini memberikan pernyataan terkait kasus keracunan yang terjadi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, insiden tersebut tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dalam penjelasannya, Pigai mengungkapkan bahwa untuk mengategorikan suatu kejadian sebagai pelanggaran HAM, harus ada unsur kelalaian negara yang membiarkannya terjadi.

Hal ini disampaikan dalam wawancara yang berlangsung pada Kamis, 2 Oktober 2025.

Pigai menegaskan bahwa jika keracunan itu disebabkan oleh faktor-faktor yang lebih teknis, seperti kesalahan dalam memasak atau penyimpanan makanan, hal tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai kesalahan administratif atau manajerial, bukan pelanggaran HAM.

“Misalnya satu tempat, satu sekolah, yang masaknya mungkin salah karena kurang terampil, atau mungkin makanannya basi, itu tidak bisa dijadikan sebagai pelanggar HAM,” ungkapnya.

  1. Administrasi dan Manajemen Jauh dari Aspek HAM

Lebih lanjut, Pigai menjelaskan bahwa keracunan dalam program MBG bisa saja disebabkan oleh human error, kesalahan dalam memasak, atau pengelolaan yang kurang baik.

Menurutnya, hal-hal tersebut adalah bagian dari masalah administrasi dan manajemen yang bukan menjadi ruang lingkup pelanggaran HAM. “Itu sebenarnya adalah pelaksanaan daripada fungsi administrasi dan manajemen. Kesalahan dan kelalaian administrasi dan manajemen itu jauh dari aspek hak asasi manusia,” tambahnya.

Baca Juga :  Menteri Dukung Presiden Prabowo di Tengah Gelombang Demonstrasi dan Isu Mafia Migas

Dalam pandangan Pigai, administrasi dan manajemen tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran HAM, melainkan sebagai masalah yang harus diselesaikan melalui perbaikan dalam sistem pengelolaan dan prosedur operasional.

Menurutnya, jika terjadi kelalaian dalam manajemen program, hal itu harus diperbaiki melalui langkah-langkah administratif, bukan melalui jalur hukum terkait pelanggaran HAM.

  1. Administrasi dan Manajemen Tidak Bisa Dipidana

Pigai juga menegaskan bahwa administrasi dan manajemen dalam konteks HAM tidak dapat dipidana. “Administrasi dan manajemen tidak bisa dipidana,” ujarnya.

Menurutnya, untuk suatu kejadian dapat dianggap sebagai pelanggaran HAM, harus ada unsur “by design” (direncanakan), “by omission” (karena kelalaian), atau “by commission” (karena tindakan yang salah).

Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kasus keracunan MBG, jika disebabkan oleh kesalahan manajerial, maka yang perlu dilakukan adalah evaluasi dan perbaikan pada sistem administrasi dan manajemen yang ada, bukan mencari pihak yang dapat dipidana.

Baca Juga :  Menteri Dukung Presiden Prabowo di Tengah Gelombang Demonstrasi dan Isu Mafia Migas

Oleh karena itu, kasus tersebut tidak bisa diproses sebagai pelanggaran HAM karena tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut.

  1. Program MBG Masih Berhasil Meski Ada Kasus Keracunan

Meskipun terjadi beberapa kasus keracunan dalam program MBG, Pigai tetap optimis bahwa secara keseluruhan program ini dapat dianggap berhasil. Ia menyatakan bahwa meskipun program ini baru diluncurkan, tingkat keberhasilannya sangat tinggi. Pigai menyebutkan bahwa hanya ada sedikit penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut.

“Sampai pada hari ini berhasil. Yang deviasi atau penyimpangan, penyimpangan, itu hanya 0,0017 persen. Jadi 99,99 persen makan bergizi gratis di Indonesia yang baru seumur jagung termasuk berhasil sampai pada hari ini,” ungkapnya.

Meski Pigai tidak menjelaskan secara rinci bagaimana persentase tersebut dihitung, ia yakin bahwa sebagian besar pelaksanaan program MBG berjalan dengan baik dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi anak-anak sekolah yang menerima manfaat dari program tersebut.

  1. Tantangan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Program MBG

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sendiri adalah salah satu inisiatif pemerintah untuk memberikan akses makanan bergizi bagi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia.

Baca Juga :  Menteri Dukung Presiden Prabowo di Tengah Gelombang Demonstrasi dan Isu Mafia Migas

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak, yang pada gilirannya dapat mendukung perkembangan fisik dan kognitif mereka. Namun, seperti yang terlihat pada kasus keracunan yang terjadi, program ini tidak bebas dari tantangan.

Menurut beberapa pengamat, masalah keracunan dalam program ini bisa terjadi karena kurangnya pelatihan bagi pihak yang terlibat dalam pengelolaan makanan, atau karena fasilitas yang kurang memadai dalam penyimpanan dan distribusi makanan.

Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap sistem manajerial dan pengawasan harus dilakukan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

  1. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Program

Meskipun Pigai berpendapat bahwa keracunan bukanlah pelanggaran HAM, ia juga menekankan pentingnya pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap program MBG.

Pemerintah, dalam hal ini, harus memastikan bahwa program ini tidak hanya berjalan dengan baik, tetapi juga aman bagi penerimanya.

Peningkatan kualitas manajemen, pengawasan, serta peningkatan keterampilan para pengelola program dan juru masak yang terlibat dalam distribusi makanan menjadi hal yang sangat penting.

Berita Terkait