Patitimes.com– Pemerintah tengah membahas aturan baru rumah subsidi 2025 yang menyangkut batas minimal luas bangunan dan tanah yang layak mendapatkan subsidi dari negara. Isu ini menimbulkan perdebatan publik karena menyebutkan kemungkinan pengurangan luas rumah subsidi, yang justru dinilai tidak sejalan dengan arah kebijakan pembangunan perumahan layak huni.
Draf kebijakan tersebut tercantum dalam rancangan Keputusan Menteri PKP (Perumahan dan Kawasan Permukiman) Nomor/KPTS/M/2025 yang saat ini masih dalam tahap pembahasan internal. Meski belum memiliki nomor keputusan tetap, draf itu sudah mengatur mengenai Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, Harga Jual Rumah Subsidi, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Luas Rumah Subsidi Diperkecil?
Dalam draf kebijakan tersebut, disebutkan bahwa luas bangunan rumah subsidi yang berhak menerima pembiayaan pemerintah bisa berada di kisaran 18 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah antara 25 hingga 200 meter persegi. Jika diberlakukan, angka ini akan lebih kecil dibanding aturan yang saat ini berlaku.
Sebagai perbandingan, Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021 menetapkan bahwa luas bangunan minimal rumah subsidi adalah 21 meter persegi, dan luas tanah minimal 60 meter persegi, dengan maksimal masing-masing 36 meter dan 200 meter.
Rencana ini pun memicu kekhawatiran banyak pihak, terutama soal kemungkinan turunnya standar hunian layak untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Fahri Hamzah: Belum Ada Keputusan Final
Menanggapi beredarnya informasi ini, Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan resmi terkait rencana pengurangan ukuran rumah subsidi.
“Sebenarnya itu belum diputuskan. Karena yang benar adalah justru ukurannya dibesarkan,” ujar Fahri kepada wartawan saat menghadiri acara di Puri Sriwedari, Cibubur, pada Minggu (1/6/2025).
Fahri menjelaskan bahwa pembahasan internal justru mengarah pada peningkatan standar luas rumah subsidi, bahkan ada usulan agar ukuran minimal rumah subsidi diperluas menjadi 40 meter persegi.
Mengacu pada Standar Internasional SDGs
Menurut Fahri, pembangunan rumah layak harus mengacu pada standar internasional, seperti yang tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam SDGs, standar luas rumah ideal adalah sekitar 7,2 meter persegi per orang.
“Kalau kita mengacu pada SDGs, kita harus pakai itu. Tidak boleh dikecilin,” tegas Fahri.
Ia juga menyampaikan bahwa orientasi pembangunan perumahan nasional ke depan harus lebih menekankan pada hunian vertikal seperti rumah susun atau apartemen, mengingat semakin terbatasnya ketersediaan lahan dan meningkatnya kebutuhan pangan.
“Karena tanah makin mahal, maka orientasi kita adalah membangun rumah vertikal,” tambahnya.
Anggota Satgas Perumahan: 36 Meter Persegi Saja Sudah Tidak Layak
Kritik keras juga datang dari Bonny, salah satu anggota Satgas Perumahan. Ia menolak dengan tegas wacana pengurangan luas rumah subsidi. Menurutnya, bahkan ukuran 36 meter persegi yang saat ini berlaku saja sudah tidak mencukupi kebutuhan keluarga Indonesia.
“Ukuran 36 itu sebenarnya sudah tidak memadai. Kalau diperkecil lagi, bagaimana?” kata Bonny dengan nada mempertanyakan kebijakan tersebut.
Lebih lanjut, Bonny menekankan bahwa peran pemerintah seharusnya memperluas akses terhadap rumah layak, bukan menurunkan standar yang telah ada. Ia juga menilai bahwa usulan pengurangan ukuran rumah subsidi bertentangan dengan visi politik Presiden Prabowo Subianto dalam membangun perumahan rakyat.
“Itu 100 persen tidak. 100 persen tidak sesuai amanat Prabowo,” tegasnya.
Rumah Subsidi Harus Tetap Layak Huni
Isu ini menjadi penting karena rumah subsidi merupakan program andalan pemerintah dalam memberikan akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Bila ukuran rumah dikurangi, dikhawatirkan hunian tersebut tidak memenuhi standar kenyamanan dan kesehatan.
Selain itu, pengurangan ukuran juga berpotensi bertentangan dengan komitmen internasional Indonesia dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui SDGs, khususnya tujuan ke-11 tentang kota dan permukiman yang inklusif, aman, tahan lama, dan berkelanjutan.
Meski saat ini masih berupa draf, wacana aturan baru rumah subsidi 2025 ini telah menimbulkan reaksi luas dari masyarakat, pakar, dan pejabat pemerintah sendiri. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan secara matang, agar kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada masyarakat dan mendukung pembangunan perumahan layak huni secara berkelanjutan.
markom Patitimes.com