Komisi III DPR RI Bahas Putusan Agnez Mo Soal Hak Cipta dan Dorong Sosialisasi UU Hak Cipta

Patitimes.com– Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Jumat, 20 Juni 2025, di Ruang Komisi III Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat. RDPU ini membahas berbagai isu terkait perlindungan hak kekayaan intelektual, khususnya menanggapi putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan penyanyi Agnez Mo bersalah dalam kasus pelanggaran hak cipta.

Rapat yang melibatkan Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), serta perwakilan Koalisi Advokat Pemantau Peradilan, berlangsung intens dan fokus pada pentingnya penegakan hukum atas hak kekayaan intelektual sekaligus menjamin keadilan di ranah peradilan.

Sorotan Komisi III DPR atas Putusan Kasus Agnez Mo

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara khusus menyoroti putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan Agnez Mo bersalah karena dianggap telah menyanyikan lagu “Bilang Saja” tanpa izin dan melanggar Pasal 9 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Putusan ini menuai perhatian publik luas mengingat sosok Agnez Mo yang merupakan figur penting di dunia hiburan Tanah Air.

Dalam rapat tersebut, Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III DPR RI meminta Bawas Mahkamah Agung menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh Koalisi Advokat Pemantau Peradilan. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani kasus Agnez Mo. Komisi III menduga adanya ketidaksesuaian antara proses pemeriksaan dan putusan yang diambil dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga :  Lesti Kejora Dilaporkan Yoni Dores atas Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Lagu

“Putusan yang diambil dalam perkara ini kami duga tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga perlu dilakukan evaluasi dan pengawasan lebih lanjut,” kata Habiburokhman dalam rapat tersebut.

Klarifikasi Tanggung Jawab Pembayaran Royalti

Dalam pembahasan RDPU, Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Razilu, memberikan penjelasan penting mengenai kewajiban pembayaran royalti performing rights. Ia menyatakan bahwa pihak yang wajib membayarkan royalti adalah pelaksana event atau promotor yang mengadakan pertunjukan, bukan penyanyi yang membawakan lagu tersebut.

Penjelasan ini mendapat dukungan penuh dari Komisi III DPR RI. Habiburokhman menyampaikan bahwa putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut bukanlah putusan erga omnes yang mengikat secara umum, melainkan hanya mengikat dua belah pihak yang bersengketa secara perdata. Putusan yang bersifat erga omnes hanya dapat dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.

“Kami sepakat bahwa putusan ini bukan bersifat mengikat untuk semua pihak, sehingga sangat penting untuk menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sifatnya bisa mengikat secara umum,” ujar Habiburokhman.

Baca Juga :  Lesti Kejora Dilaporkan Yoni Dores atas Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Lagu

Dukungan Pengawalan Proses Hukum Kasasi

Komisi III DPR RI menyatakan kesepakatannya untuk mengawal proses hukum yang tengah berjalan, yaitu pengajuan kasasi oleh pihak Agnez Mo ke Mahkamah Agung. Pengawalan ini diharapkan dapat memastikan proses hukum berjalan adil dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Lebih lanjut, Komisi III juga mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan sosialisasi lebih maksimal terkait Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sosialisasi ini dianggap krusial agar seluruh pelaku industri kreatif, penegak hukum, dan masyarakat umum memahami hak dan kewajiban terkait hak cipta.

“Dengan sosialisasi yang lebih luas dan komprehensif, diharapkan permasalahan serupa dapat diminimalisir di masa depan,” tegas Habiburokhman.

Permintaan Surat Edaran Mahkamah Agung

Dalam rapat tersebut, Komisi III juga meminta Mahkamah Agung untuk mengeluarkan surat edaran atau pedoman resmi yang dapat menjadi panduan penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam praktik peradilan. Surat edaran ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan menghindarkan terjadinya putusan yang kontradiktif atau serupa dengan kasus Agnez Mo.

Habiburokhman menambahkan bahwa penerbitan pedoman ini penting agar hakim-hakim di seluruh Indonesia memiliki acuan yang jelas dan konsisten dalam menangani perkara hak kekayaan intelektual.

Baca Juga :  Lesti Kejora Dilaporkan Yoni Dores atas Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Lagu

“Panduan yang komprehensif ini sangat dibutuhkan agar putusan pengadilan selaras dengan semangat perlindungan hak cipta dan kepastian hukum,” kata Habiburokhman.

Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Kasus Agnez Mo ini kembali mengangkat urgensi perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia. Dalam era digital dan ekonomi kreatif saat ini, perlindungan terhadap hak cipta dan hak kekayaan intelektual lain sangat vital bagi perkembangan industri kreatif dan budaya nasional.

Kementerian Hukum dan HAM melalui Ditjen Kekayaan Intelektual berperan penting dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan sosialisasi hak kekayaan intelektual agar para pelaku seni, musik, dan industri kreatif mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR RI dengan Ditjen Kekayaan Intelektual, Bawas MA, dan Koalisi Advokat menegaskan pentingnya evaluasi dan pengawasan putusan pengadilan terkait hak cipta. Komisi III mendukung pengawalan proses hukum kasasi yang diajukan Agnez Mo, serta mendorong sosialisasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara maksimal. Permintaan surat edaran Mahkamah Agung juga menjadi langkah strategis untuk memastikan kepastian hukum dan perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia.

Berita Terkait