Kasus Penganiayaan Siswa di Blitar: Enam Saksi Diperiksa, Korban Alami Trauma dan Luka Fisik

Blitar, Patitimes.com – Kasus penganiayaan terhadap seorang siswa kelas 1 SMP Negeri Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terus didalami oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Blitar. Hingga Senin, 21 Juli 2025, sebanyak enam orang siswa telah diperiksa sebagai saksi dalam insiden kekerasan yang terjadi saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Kasi Humas Polres Blitar, Ipda Putut Siswahyudi, menyampaikan bahwa keenam siswa yang diperiksa saat ini masih berstatus sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan untuk mengungkap secara menyeluruh siapa saja yang terlibat dalam aksi pengeroyokan terhadap korban berinisial VW, yang masih berusia 12 tahun.

“Dari saksi per siang tadi ada 6 orang, sesuai informasi dari Kasat Serse,” ujar Putut saat dikonfirmasi media.

Lebih lanjut, Putut mengatakan pihak kepolisian masih mendalami jumlah pasti terduga pelaku penganiayaan. “Sementara tim masih bekerja, nanti kami update lagi,” tambahnya.

Kronologi Penganiayaan Saat MPLS di SMPN Doko Blitar

Menurut keterangan dari Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Momon Suwito Pratomo, peristiwa ini terjadi pada Jumat, 18 Juli 2025, sekitar pukul 08.00 WIB, di area belakang kamar mandi sekolah, tepatnya di Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Insiden tersebut berlangsung saat kegiatan MPLS, yang seharusnya menjadi momen pengenalan lingkungan bagi siswa baru.

Korban VW diduga dipanggil oleh sejumlah kakak kelasnya, dan diajak ke lokasi kejadian. Saat tiba di tempat, ia mendapati sekitar 20 siswa lainnya telah berkumpul. Beberapa di antaranya mulai melontarkan ejekan dan hinaan secara verbal terhadap VW.

Tidak hanya itu, seorang siswa kelas 8 berinisial NTN kemudian memulai aksi kekerasan dengan memukul pipi kiri korban dan menendang perutnya. Aksi ini memicu siswa lain untuk ikut melakukan pengeroyokan secara brutal terhadap VW.

Korban Diancam dan Takut Melapor

Usai dianiaya, korban sempat kembali ke ruang kelas dalam kondisi fisik lemah dan psikis terguncang. Tidak lama setelah itu, VW mengaku diancam oleh salah satu pelaku agar tidak melaporkan insiden ini kepada guru maupun orang tuanya.

“Akibat ketakutan, korban sempat merahasiakan kejadian tersebut hingga akhirnya menceritakan semuanya sepulang sekolah,” jelas AKP Momon.

Setelah mendengar cerita dari anaknya, orang tua VW langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Blitar. Tindak lanjut langsung dilakukan oleh pihak kepolisian dengan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), serta meminta keterangan dari korban, pelapor, dan dua orang guru yang dijadikan saksi.

Luka Fisik dan Trauma Psikologis

Korban kemudian menjalani pemeriksaan medis (visum et repertum). Berdasarkan hasil visum, VW mengalami beberapa luka, di antaranya luka lecet di siku kanan, nyeri di bagian kepala belakang, serta rasa sakit di area dada, yang diduga akibat tendangan dan pukulan yang diterimanya.

Selain luka fisik, VW juga mengalami trauma psikologis, yang membuatnya enggan kembali ke sekolah dalam beberapa hari. Kasus ini menyoroti kurangnya pengawasan selama kegiatan MPLS, yang sering kali disalahgunakan oleh siswa senior untuk melakukan kekerasan terhadap adik kelas mereka.

Polisi Terus Lakukan Penyelidikan

Meski telah memeriksa enam saksi, polisi belum menetapkan siapa yang menjadi tersangka utama dalam kasus ini. Kasus ini pun masih dalam tahap penyelidikan intensif oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Blitar.

“Proses hukum tetap berjalan, dan kami akan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas tindakan yang merugikan korban secara fisik dan mental,” tegas AKP Momon.

Dinas Pendidikan Blitar Beri Tanggapan

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, juga telah mengonfirmasi bahwa semua pihak yang terlibat adalah siswa kelas 7 dan berasal dari kelas yang sama dengan korban. Pihak sekolah diminta untuk meningkatkan pengawasan selama kegiatan sekolah, terutama saat masa orientasi siswa baru.

“Kami mengecam tindakan tersebut. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa,” ujarnya. Dinas Pendidikan juga menyatakan siap memberikan pendampingan psikologis bagi korban.

Penegasan Penting: Hentikan Perundungan di Sekolah

Kasus penganiayaan di SMPN Doko menjadi peringatan serius bagi seluruh lembaga pendidikan dan orang tua. Bullying dan kekerasan di sekolah bukanlah hal sepele. Tindakan ini dapat menimbulkan luka jangka panjang baik secara fisik maupun mental pada korban.

Pihak kepolisian dan dinas terkait diimbau untuk memberikan edukasi serta sanksi tegas, agar kejadian serupa tidak terulang.