Jakarta, Patitimes.com — Dua menteri di bidang ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menanggapi keraguan publik terkait capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka tersebut menuai sorotan dari kalangan ekonom dan pengamat yang menilai pertumbuhan tersebut terlalu tinggi di tengah tantangan global dan perlambatan daya beli domestik. Namun, pemerintah menegaskan bahwa data tersebut akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sri Mulyani: BPS Berpegang pada Integritas
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah tetap percaya pada kredibilitas dan integritas BPS sebagai lembaga statistik resmi negara. Ia menyatakan bahwa seluruh data ekonomi yang digunakan pemerintah bersumber dari BPS dan disusun dengan metodologi yang transparan dan ilmiah.
“Ya kita selama ini menggunakan BPS. Jadi BPS tentunya menjelaskan mengenai datanya, metodologinya, sumber informasinya. Kita tetap percaya BPS,” ujar Sri Mulyani kepada awak media di Kompleks Istana Negara, Rabu (6/8).
Sri Mulyani juga menambahkan bahwa indikator perekonomian, termasuk data konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah, seluruhnya dianalisis berdasarkan data BPS. Ia menyebut bahwa BPS selama ini telah menjadi rujukan nasional dalam menyusun kebijakan fiskal dan makroekonomi.
Airlangga Hartarto: Pertumbuhan 5,12 Persen Bukan Manipulasi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah keras tudingan bahwa angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen adalah hasil manipulasi data.
“Mana ada angka pertumbuhan ekonomi dimanipulasi,” tegas Airlangga di hadapan wartawan di kantornya, Selasa (5/8).
Airlangga memaparkan sejumlah indikator yang menurutnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,97 persen, yang berkontribusi lebih dari 54 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Ia juga menyebutkan investasi yang tumbuh hingga 6,99 persen serta peningkatan aktivitas ekonomi lainnya, seperti pertumbuhan sektor ritel, peningkatan penggunaan uang elektronik, dan perkembangan ekonomi digital.
“Itu semua menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita benar-benar terjadi, bukan rekayasa,” ujarnya.
Sektor Pariwisata dan Ketenagakerjaan Jadi Kontributor Tambahan
Airlangga juga menyoroti kontribusi sektor pariwisata dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pemerintah yang mendorong mobilitas masyarakat melalui berbagai moda transportasi berhasil meningkatkan angka perjalanan domestik.
“Perjalanan wisatawan nusantara tumbuh 22,3 persen, dan wisatawan mancanegara tumbuh 23,32 persen,” ungkapnya.
Selain itu, pasar tenaga kerja juga menunjukkan perbaikan. Berdasarkan data dari Februari ke Februari, tercipta hampir 3,6 juta lapangan kerja baru. Hal ini, menurut Airlangga, menjadi bukti nyata bahwa aktivitas ekonomi benar-benar mengalami pemulihan.
Ekonom Celios Ragukan Validitas Data BPS
Meski demikian, pandangan berbeda datang dari kalangan ekonom. Nailul Huda, peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen terasa janggal dan tidak sesuai dengan realitas ekonomi di lapangan.
“Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya,” ujar Huda.
Huda menyoroti tiga kejanggalan utama dalam data pertumbuhan tersebut:
-
Pertumbuhan kuartal II lebih tinggi dari kuartal Ramadan dan Lebaran, yang biasanya menjadi puncak konsumsi masyarakat.
-
Pertumbuhan industri pengolahan mencapai 5,68 persen, padahal Purchasing Managers’ Index (PMI) industri berada di bawah 50 sepanjang April–Juni, yang menandakan kontraksi.
-
Konsumsi rumah tangga naik tipis, namun masih menyumbang lebih dari setengah dari PDB, padahal Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan tren penurunan dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 pada Juni 2025.
Selain itu, Huda menambahkan bahwa gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat 32 persen secara tahunan, yang menurutnya tidak sejalan dengan narasi pemulihan ekonomi.
Pemerintah dan Ekonom Berbeda Pandangan
Pernyataan Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto memperlihatkan keyakinan pemerintah terhadap validitas data yang dirilis BPS. Mereka menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 mencerminkan pemulihan nyata, dengan konsumsi, investasi, dan sektor pariwisata menjadi motor utama.
Namun, pandangan kritis dari ekonom seperti Nailul Huda menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perdebatan terkait akurasi dan representasi data terhadap kondisi ekonomi riil.
Kedepannya, transparansi dalam penyusunan dan publikasi data ekonomi akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan pelaku pasar terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.
markom Patitimes.com