China Catat Rekor Baru Impor Kedelai di Tengah Ketegangan Perang Dagang dengan AS

Patitimes.comChina baru-baru ini mencatatkan rekor baru dalam impor kedelai, dengan total 12,9 juta ton kedelai yang masuk ke negara itu sepanjang bulan September 2025.

Angka ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah untuk bulan tersebut dan hampir menyamai rekor bulanan tertinggi yang tercatat pada Mei lalu.

Pencapaian ini semakin mencolok mengingat China, yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, tidak lagi mengimpor kedelai dari Amerika Serikat (AS) sejak ketegangan perdagangan kedua negara kembali memanas.

China Hindari Pembelian Kedelai dari AS

Mengutip laporan Bloomberg, keputusan China untuk tidak membeli kedelai dari AS ini seiring dengan kembali memanasnya hubungan dagang antara kedua negara.

Terlebih lagi, dengan perang dagang yang terus berlanjut, China kini menghadapi tarif impor yang tinggi untuk barang-barang yang berasal dari AS. Ini membuat kedelai AS semakin tidak kompetitif di pasar China, yang sebelumnya merupakan salah satu pembeli terbesar produk tersebut.

Sebagai gantinya, sebagian besar kedelai yang diimpor China pada bulan September 2025 berasal dari Brasil, yang kini menjadi pemasok utama kedelai bagi Negeri Tirai Bambu.

Impor besar-besaran ini merupakan bagian dari upaya China untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang sangat bergantung pada kedelai, baik untuk konsumsi pangan manusia maupun sebagai pakan ternak.

Baca Juga :  China dan Perusahaan Minyak AS Kompak Tolak Rencana Trump Pangkas Insentif Solar Terbarukan Impor

Kenaikan Impor Kedelai Sepanjang 2025

Secara keseluruhan, pada periode Januari hingga September 2025, China telah mengimpor 86,18 juta ton kedelai. Angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 5,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Lonjakan impor ini menggambarkan betapa pentingnya kedelai bagi ekonomi China, terutama sebagai bahan baku utama industri minyak nabati dan pakan ternak yang mendukung sektor peternakan China yang terus berkembang.

Namun, di balik kenaikan impor tersebut, ada dampak negatif yang terasa di pihak lain, yaitu petani kedelai di AS. Seiring dengan berkurangnya pembelian kedelai AS oleh China, petani AS, yang tengah berada dalam masa panen, kini harus menghadapi kenyataan bahwa salah satu pasar terbesar mereka telah mengurangi pembeliannya.

Hal ini menyebabkan penurunan harga kedelai di pasar komoditas internasional, khususnya di bursa Chicago, dalam beberapa minggu terakhir.

Dampak Ketegangan Perang Dagang AS-China

Impor kedelai China yang melonjak datang di tengah ketegangan yang kembali meningkat dalam hubungan dagang antara AS dan China.

Beberapa hari lalu, Beijing menerapkan pembatasan ekspor terhadap produk logam tanah jarang, yang merupakan bahan penting bagi industri teknologi tinggi global, termasuk untuk sektor pembuatan smartphone, kendaraan listrik, dan peralatan energi terbarukan.

Baca Juga :  Huajiang Grand Canyon Bridge Pecahkan Rekor Dunia Sebagai Jembatan Tertinggi dan Terpanjang di Pegunungan

Tindakan tersebut memicu respon keras dari Presiden AS, Donald Trump, yang mengancam akan membatalkan pertemuan yang sudah direncanakan dengan Presiden Xi Jinping. Bahkan, Trump mengisyaratkan untuk menaikkan tarif impor AS terhadap barang-barang China hingga 100 persen sebagai balasan.

Meskipun demikian, dalam perkembangan terbaru, Gedung Putih tampaknya melunak dan menyatakan bahwa mereka masih terbuka untuk negosiasi dengan China. Namun, mereka tetap memperingatkan bahwa langkah-langkah China semakin menjadi hambatan untuk tercapainya kesepakatan dagang yang lebih luas.

Ketegangan yang terus memanas antara dua ekonomi terbesar dunia ini membuat prospek tercapainya kesepakatan dagang yang lebih permanen semakin kecil. Beijing tampaknya tidak akan segera mencabut kebijakan penghindaran kedelai AS, mengingat mereka kini memiliki alternatif lain yang lebih menguntungkan, seperti Brasil.

Apa yang Diharapkan dari Impor Kedelai China?

Rekor impor kedelai yang tercatat pada September 2025 menunjukkan bahwa China masih sangat bergantung pada komoditas tersebut.

Kebutuhan kedelai China yang sangat besar tidak hanya untuk konsumsi domestik, tetapi juga sebagai bahan baku pakan ternak, menjadikannya sebagai pasar utama bagi negara-negara penghasil kedelai, terutama Brasil.

Baca Juga :  Iran Pertimbangkan Tutup Selat Hormuz Usai Serangan AS, Dunia Waspadai Krisis Energi Global

Namun, seiring dengan berlanjutnya ketegangan perdagangan dengan AS, China tampaknya akan terus mencari cara untuk mengurangi ketergantungannya terhadap kedelai AS.

Beberapa analis memperkirakan bahwa China akan terus memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara penghasil kedelai lainnya, seperti Brasil dan Argentina, untuk memastikan kestabilan pasokan kedelai. Sementara itu, petani kedelai AS harus bersiap untuk menghadapi pasar yang lebih sulit, dengan kemungkinan penurunan volume ekspor ke China yang lebih lanjut.

Tantangan Global dalam Perdagangan Kedelai

Perdagangan kedelai telah lama menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh ketegangan perang dagang. Pada 2018, misalnya, China berhenti membeli kedelai dari AS sebagai bentuk balasan terhadap tarif impor yang diterapkan oleh pemerintah Trump.

Akibatnya, harga kedelai global mengalami volatilitas yang cukup tinggi, mempengaruhi para petani di AS dan negara penghasil kedelai lainnya.

Namun, meskipun AS dan China belum mencapai kesepakatan yang jelas, perkembangan terbaru ini menunjukkan bahwa pasar kedelai global semakin terdiversifikasi, dengan negara-negara penghasil seperti Brasil dan Argentina semakin dominan.