Patitimes.com – Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Republik Indonesia menyampaikan temuan awal terkait dugaan kebocoran dalam pembiayaan pengadaan pelaksanaan ibadah haji.
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut potensi kebocoran dana haji bisa mencapai 20 hingga 30 persen dari total anggaran Rp17 triliun, atau sekitar Rp5 triliun per tahun.
Temuan ini dianggap serius, karena dana tersebut bersumber dari uang jemaah haji. Jika kebocoran bisa ditekan, maka Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau ongkos naik haji (ONH) bisa lebih murah, sebagaimana menjadi target Presiden Prabowo Subianto.
Dugaan Kebocoran Bisa Capai Rp5 Triliun
Dalam pernyataannya di kantor Kemenhaj, Jakarta (30/9), Dahnil menjelaskan bahwa pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan haji membuka celah terjadinya kebocoran. Total anggaran haji untuk memberangkatkan 203.000 jemaah tahun ini diperkirakan mencapai Rp17 triliun, mencakup 10 proses pengadaan utama.
“Dugaan kami, kebocoran bisa terjadi antara 20 sampai 30 persen. Jika dihitung, itu artinya sekitar Rp5 triliun per tahun yang bocor,” ujar Dahnil. “Dan itu semua uang jemaah. Maka penting bagi kami untuk memastikan tidak ada lagi praktik semacam ini.”
Libatkan Kejaksaan Agung untuk Pengawasan
Untuk menutup potensi kebocoran tersebut, Kemenhaj akan bekerja sama secara aktif dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kolaborasi ini bertujuan memastikan pengawasan ketat pada seluruh proses pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji, mulai dari transportasi, akomodasi, konsumsi, hingga pelayanan di Arab Saudi.
“Penggunaan anggaran sebesar itu harus diawasi ketat. Kami menggandeng Kejagung agar pengelolaan dana jemaah dilakukan secara bersih, transparan, dan efisien,” jelas Dahnil.
Menurutnya, menekan kebocoran adalah cara paling realistis untuk menurunkan BPIH. Sebab jika hanya mengandalkan faktor keuangan makro seperti nilai tukar dolar, upaya penurunan BPIH menjadi sangat sulit.
Tantangan Nilai Tukar dan Solusi Pengawasan
Dahnil menyebut salah satu tantangan terbesar dalam menekan biaya haji adalah faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Saat ini, nilai tukar berada di kisaran Rp16.500 per USD, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di angka Rp16.000.
“Kalau dari sisi kurs, ini pekerjaan berat. Tapi akan jadi lebih mudah jika kita berhasil menutup kebocoran yang ada,” tegas Dahnil.
Rincian Biaya Haji dan Potensi Manipulasi
Dari total Rp17 triliun anggaran, pengeluaran terbesar dialokasikan untuk:
- Penerbangan: sekitar Rp6 triliun
- Layanan di Arab Saudi (syarikah): sekitar Rp3 triliun
- Akomodasi, konsumsi, transportasi lokal, dan kebutuhan lainnya melengkapi sisa anggaran
Dahnil juga menyinggung potensi manipulasi data dan biaya dalam proses pengadaan, yang bisa menimbulkan pemborosan besar.
“Presiden Prabowo dari awal sudah menduga adanya kebocoran. Kami ingin pastikan tak ada praktik manipulasi, mark-up, atau feedback fee dalam proses ini,” katanya.
Fokus Kemenhaj: Transparansi dan Efisiensi
Kementerian Haji dan Umrah kini menetapkan agenda utama untuk:
- Mengawasi semua proses pengadaan haji dengan menggandeng lembaga penegak hukum
- Meningkatkan transparansi dalam penggunaan dana jemaah
- Menurunkan BPIH secara signifikan dalam waktu dekat
- Menekan kebocoran ke level nol, atau seminimal mungkin
Dahnil memastikan bahwa pemerintah berkomitmen menjalankan ibadah haji secara efisien, transparan, dan sesuai prinsip good governance, tanpa memberatkan jemaah.
Jika upaya ini berhasil, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara dengan pengelolaan dana haji terbaik, dan mampu memberikan layanan ibadah yang optimal kepada para jemaah dengan biaya yang lebih ringan.
Masyarakat diminta ikut mengawal proses reformasi ini agar pengelolaan haji tidak lagi menjadi ladang kebocoran anggaran, melainkan menjadi bentuk ibadah yang bersih, amanah, dan profesional.
markom Patitimes.com