Patitimes.com- Perang di Gaza yang telah berlangsung hampir dua tahun ini masih menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang semakin memanas.
Serangan udara Israel yang menghantam wilayah padat penduduk dan rumah pengungsi pada Kamis (25/9), menewaskan sedikitnya 11 orang, termasuk anak-anak, menunjukkan betapa tragisnya situasi yang tengah terjadi.
Selain itu, bentrokan yang terjadi di Tepi Barat, dan serangan militer yang masih terus berlangsung di Gaza, semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Serangan Udara Israel: Korban Berjatuhan di Tengah Pengungsian
Pada 25 September 2025, sebuah serangan udara Israel menargetkan sebuah rumah di wilayah utara Gaza yang digunakan sebagai tempat pengungsian bagi warga yang telah kehilangan rumah akibat perang.
Sebanyak 11 orang tewas dalam serangan tersebut, banyak yang masih hilang atau terluka akibat ledakan dahsyat yang mengguncang kawasan tersebut.
Mahmud Bassal, juru bicara Kementerian Pertahanan Gaza, mengungkapkan bahwa serangan itu terjadi di kawasan Al-Zawaida, salah satu area yang padat pengungsi. Serangan-serangan ini tak hanya menambah angka korban jiwa, tetapi juga memusnahkan tempat perlindungan bagi mereka yang sudah kehilangan rumah.
Sejak dimulainya konflik, lebih dari 65.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan udara dan operasi militer Israel. Kebanyakan korban adalah warga sipil yang terjebak dalam bentrokan yang tak kunjung berakhir, menyebabkan kelaparan, kehancuran infrastruktur, serta pengungsian masal yang terus berulang.
Bentrokan di Tepi Barat: Israel Tembak Mati Dua Warga Palestina
Di sisi lain, ketegangan juga berlangsung di Tepi Barat. Pada 25 September, dua warga Palestina, Mohammed Suleiman (29) dan Alaa Joudat (20), tewas dalam sebuah bentrokan dengan pasukan Israel di desa Tammun.
Militer Israel mengklaim bahwa kedua pria tersebut berencana melakukan serangan penembakan dan peledakan terhadap pasukan Israel, dengan keduanya diduga berafiliasi dengan kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas.
Serangan yang dilakukan pada dini hari ini menambah deretan korban tewas akibat operasi militer yang juga terjadi di wilayah Tepi Barat.
Selain itu, pihak Palestina mengonfirmasi bahwa jenazah kedua korban masih disimpan oleh militer Israel, dan ini semakin memperburuk hubungan antara kedua pihak.
Wali Kota Tammun, Sameer Bisharat, menambahkan bahwa kedua korban adalah kerabat dan tewas di sebuah rumah setelah pasukan Israel menggerebek desa tersebut sekitar pukul 01.00 waktu setempat.
Serangan Tank Israel: Pergerakan Militer di Gaza Semakin Meluas
Serangan tidak hanya terjadi di udara, tetapi juga di darat. Penduduk setempat melaporkan bahwa tank-tank Israel terus bergerak lebih jauh ke wilayah utara Kota Gaza, tepatnya di kawasan Sheikh Radwan, yang dekat dengan dua rumah sakit utama di Gaza.
Di daerah Tel Al-Hawa, yang terletak di sebelah tenggara kota, tank Israel juga terus bergerak ke arah barat, menambah ketegangan dan kekhawatiran di kalangan penduduk sipil.
Otoritas Kesehatan Palestina mencatat sedikitnya 25 orang tewas akibat serangan Israel pada 23 September. Sebagian besar korban adalah warga sipil yang tak mampu menghindar dari serangan militer yang semakin meluas. Situasi ini semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza yang sudah sangat memprihatinkan.
Diplomasi Internasional: Tekanan terhadap Israel untuk Berhenti Bertempur
Di tengah kekerasan yang terus berlangsung, negara-negara dunia semakin intensif melakukan diplomasi untuk menghentikan perang ini.
Dalam Sidang Umum PBB pada 23 September 2025, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mendesak agar dunia bertindak lebih tegas dalam menghentikan konflik di Gaza.
Dalam pidatonya, ia menyebutkan peristiwa di Gaza sebagai “tragedi kemanusiaan yang mendesak”, dan menyerukan kepada negara-negara anggota PBB untuk memperjuangkan tatanan multilateral yang menjunjung tinggi perdamaian dan kemakmuran bagi semua pihak.
Selain itu, negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Belgia menekan Israel untuk membuka jalur medis dan mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. PBB juga terus mendorong Israel untuk mengizinkan akses bantuan untuk meringankan penderitaan warga sipil yang terjebak di tengah konflik.
Pengakuan Internasional terhadap Palestina: Langkah Diplomatik yang Signifikan
Salah satu aspek penting yang berkembang di tengah konflik ini adalah semakin banyaknya negara-negara yang secara resmi mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Hingga 24 September 2025, tercatat bahwa sebanyak 158 negara anggota PBB telah memberikan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara berdaulat. Beberapa negara yang baru saja memberikan pengakuan termasuk Kanada, Australia, Inggris, Prancis, Belgia, Portugal, Malta, Luksemburg, Andorra, dan Monako, menjelang Sidang Umum PBB ke-80.
Dengan pengakuan ini, dukungan internasional terhadap Palestina mencapai sekitar 82,38% dari total negara anggota PBB, meninggalkan 34 negara yang masih belum memberikan pengakuan. Ini menjadi modal politik yang signifikan dalam perjuangan diplomatik Palestina, meskipun situasi di lapangan tetap memanas.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Meskipun banyak negara yang mendukung pengakuan terhadap Palestina dan terus mendesak Israel untuk menghentikan serangan, kenyataannya, serangan-serangan militer di Gaza dan Tepi Barat masih terus berlanjut tanpa tanda-tanda akan segera usai.
markom Patitimes.com