Keluarga Ilham Desak Polisi Terapkan Pasal Pembunuhan Berencana

Patitimes.com – Kuasa hukum keluarga Muhammad Ilham Pradipta, Boyamin Saiman, angkat bicara soal penetapan pasal hukum yang dikenakan terhadap 15 tersangka dalam kasus kematian Ilham.

Menurut Boyamin, polisi semestinya menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, bukan hanya Pasal 328 ayat 3 KUHP tentang penculikan.

Kasus yang menewaskan Ilham telah menarik perhatian publik karena banyaknya kejanggalan dalam kronologi serta sikap aparat yang dinilai tidak proporsional dalam menilai peristiwa ini.

Kuasa hukum menilai, unsur perencanaan pembunuhan sangat jelas terlihat, mulai dari penculikan, penyekapan dengan lakban, hingga pembuangan jasad korban dalam kondisi tidak berdaya.

“Kalau kami jelas menginginkan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana karena banyak analisis menuju ke sana,” ujar Boyamin Saiman kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (17/9).

Unsur Perencanaan Pembunuhan Dinilai Sangat Kuat

Boyamin menekankan bahwa para tersangka secara sadar melakukan serangkaian tindakan yang tidak hanya mengarah pada penculikan, tapi juga menghilangkan nyawa korban secara sistematis.

Menurutnya, fakta bahwa korban dibuang dalam kondisi tubuh terlakban, menunjukkan bahwa para pelaku tahu bahwa tindakan mereka dapat berujung pada kematian.

“Ketika dibuang itu dalam keadaan dilakban. Ya berarti itu dibunuh dengan cara dibuang dalam keadaan dilakban. Tidak ada ceritanya kalau niatnya tidak membunuh, lakbannya harusnya dibuka,” lanjutnya.

Dalam kasus ini, korban diketahui diculik terlebih dahulu, lalu disekap dan dilakban oleh para pelaku. Belakangan, jasad Ilham ditemukan dalam kondisi mengenaskan, memicu dugaan kuat bahwa ada unsur pembunuhan berencana yang seharusnya menjadi fokus utama aparat penegak hukum.

Baca Juga :  Penemuan Jasad di Kayen Pati: Diduga Korban Pembunuhan, Dua Orang Diamankan Polisi

Motif Terkait Rekening Dormant Diragukan

Polisi sebelumnya mengungkap bahwa motif para pelaku adalah untuk memaksa Ilham mengalihkan dana dari rekening dormant (rekening tidak aktif) yang dikelolanya. Namun, Boyamin meragukan motif tersebut dan menduga adanya tujuan yang lebih besar.

“Kalau saya sih akan memberikan masukan, bukan semata-mata rekening dormant, tapi rekening besar yang disasar. Dan rekening besar itu ada di mana? Iya di kantor-kantor cabang Jakarta, itu sudah pasti,” ungkap Boyamin.

Pernyataan ini membuka kemungkinan bahwa motif pelaku jauh lebih kompleks, dan berpotensi melibatkan pihak lain serta kepentingan besar di balik rekening-rekening yang ditargetkan.

Polisi: Tidak Ada Niat Awal Membunuh

Menanggapi desakan dari pihak keluarga, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, menyampaikan alasan mengapa pihaknya tidak menerapkan Pasal 340 KUHP terhadap para tersangka. Menurut Wira, penyidik menilai bahwa dari awal tidak ada niat untuk membunuh, melainkan hanya menculik korban.

“Terkait masalah tidak dikenakan 340 KUHP, karena kita lihat dari niat awal. Kalau 340, itu betul-betul harus ada niat membunuh dengan perencanaan,” kata Wira saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Selasa (16/9).

Wira menegaskan bahwa pihaknya tetap bekerja berdasarkan bukti dan fakta hukum yang ada. Namun, pernyataan ini tetap memunculkan tanda tanya dari publik, terutama keluarga korban yang merasa bahwa tindakan para pelaku sudah melewati batas penculikan biasa.

Baca Juga :  Dua Kakak Beradik di Kudus Jadi Korban Penusukan, Satu Korban Tewas

Desakan Keluarga dan Pengacara: Pasal Harus Direvisi

Hingga kini, keluarga korban melalui kuasa hukum tetap mendesak agar penyidik meninjau ulang pasal yang diterapkan. Mereka khawatir bahwa jika pasal tidak tepat sejak awal, maka proses persidangan nanti akan sulit memberikan rasa keadilan yang utuh bagi korban.

Pasal 340 KUHP sendiri mengatur tentang pembunuhan berencana dan memiliki ancaman hukuman yang jauh lebih berat, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun. Sementara Pasal 328 ayat 3 KUHP hanya mengatur tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang, dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.

“Kalau ini hanya dijerat dengan pasal penculikan, maka kemungkinan besar pelaku tidak akan mendapat hukuman maksimal. Ini jelas tidak mencerminkan keadilan bagi keluarga Ilham,” tegas Boyamin.

Seruan Transparansi dan Evaluasi Penanganan Kasus

Kasus ini semakin menyita perhatian masyarakat luas yang menuntut transparansi dalam proses penegakan hukum. Banyak yang berharap agar kasus ini menjadi momen evaluasi bagi aparat penegak hukum dalam menyikapi kejahatan terencana yang berujung pada kematian.

Baca Juga :  Polisi Peru Tangkap Lima Tersangka Pembunuhan Staff KBRI Zetro Purba, Terkait Geng Kriminal Internasional

Selain itu, muncul dorongan dari masyarakat sipil agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM turut mengawasi jalannya penyidikan dan memastikan bahwa hak-hak keluarga korban tidak diabaikan.

 

Berita Terkait