Ketua Komisi II DPR Minta KPU Klarifikasi Keputusan Nomor 731/2025, Desak Transparansi Dokumen Capres-Cawapres

Jakarta, Patitimes.com — Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia untuk segera mengklarifikasi Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025.

Keputusan ini menjadi sorotan karena dianggap mengandung potensi simpang siur di publik dan bertentangan dengan prinsip transparansi dalam penyelenggaraan pemilu.

Rifqinizamy, yang akrab disapa Rifqy, menegaskan pentingnya lembaga negara, terutama yang berperan langsung dalam penyelenggaraan demokrasi, untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas. Hal ini disampaikannya pada Selasa (16/9/2025) di Jakarta.

“Sudah sewajarnya sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas pemilu, seluruh tahapan kepemiluan itu bisa diakses oleh publik,” tegas Rifqy.


KPU Harus Segera Beri Penjelasan

Menurut Rifqy, Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 harus segera diklarifikasi agar tidak memicu kesimpangsiuran informasi yang bisa merugikan kredibilitas KPU.

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan bahwa informasi terkait penyelenggaraan pemilu, termasuk dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden, tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan.

“Tahapan pendaftaran capres dan cawapres, termasuk dokumen-dokumennya, merupakan bagian penting yang seharusnya bisa diakses oleh masyarakat,” kata Legislator dari Partai NasDem itu.

Rifqy menyebut, keterbukaan dokumen akan membuat masyarakat dapat menilai secara objektif apakah para kandidat sudah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Ia bahkan membandingkan dengan calon anggota legislatif yang sejak awal secara terbuka menyerahkan dokumen dan visi-misi mereka kepada publik.


DPR Pertanyakan Waktu Penerbitan Keputusan

Selain mempersoalkan isi keputusan, Rifqy juga mempertanyakan alasan KPU baru menerbitkan Keputusan Nomor 731 pada 21 Agustus 2025, yakni setelah seluruh tahapan pemilu selesai.

Menurutnya, jika keputusan tersebut terkait langsung dengan tahapan pendaftaran capres-cawapres, maka seharusnya disahkan sebelum proses pendaftaran dimulai, bukan setelahnya.

Rifqy menilai hal ini sebagai bentuk ketidakakuratan administratif yang bisa menimbulkan spekulasi negatif di tengah masyarakat.

“Kenapa keputusan itu baru dikeluarkan tahun 2025, setelah seluruh tahapan pemilu sudah selesai?” ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa segala bentuk regulasi atau keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan pemilu harus disusun dan disahkan dengan prinsip kehati-hatian serta tepat waktu. Pasalnya, hal ini berkaitan langsung dengan legitimasi proses demokrasi di Indonesia.


KPU Rahasiakan Dokumen Capres dan Cawapres

Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 menetapkan bahwa sejumlah dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikategorikan sebagai informasi publik yang dikecualikan.

Di antara dokumen yang dirahasiakan adalah ijazah pendidikan, surat tanda tamat belajar, dan surat keterangan lain yang dilegalisasi.

Dalam totalnya, ada 16 jenis dokumen yang dinyatakan tidak dapat diakses publik berdasarkan keputusan tersebut. Dokumen-dokumen itu sebelumnya menjadi bahan evaluasi dan verifikasi saat pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024.

Keputusan ini ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU, Novy Hasbhy Munnawar, serta Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin.


Desakan Transparansi untuk Menjaga Kepercayaan Publik

Kebijakan KPU yang membatasi akses terhadap dokumen capres-cawapres ini memunculkan kekhawatiran soal transparansi dalam proses demokrasi.

Bagi publik dan pemangku kepentingan pemilu, akses terhadap informasi seperti dokumen pendidikan, surat pernyataan, dan persyaratan administratif lainnya adalah bentuk kontrol sosial yang sah dalam negara demokrasi.

Rifqy pun menekankan bahwa prinsip keterbukaan tidak hanya bertujuan untuk menjaga integritas pemilu, tetapi juga sebagai wujud penghormatan terhadap hak masyarakat untuk tahu. Hal ini, menurutnya, menjadi fondasi utama untuk membangun kepercayaan terhadap institusi penyelenggara pemilu.

“Saya meminta kepada KPU untuk memberikan klarifikasi atas beberapa hal tersebut agar tidak menjadi simpang siur di publik, dan tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan tidak perlu,” kata Rifqy.

Desakan dari Ketua Komisi II DPR RI ini menjadi sinyal kuat bahwa penyelenggara pemilu tidak bisa serta merta menutup akses informasi yang seharusnya menjadi konsumsi publik.

Klarifikasi KPU atas Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 sangat penting agar tidak menimbulkan polemik dan menjaga kredibilitas demokrasi Indonesia.

Demi menjamin transparansi dan akuntabilitas proses pemilu, publik kini menanti langkah konkret dari KPU RI untuk merespons masukan DPR dan menjelaskan dasar hukum serta urgensi dari keputusan tersebut.