China dan Perusahaan Minyak AS Kompak Tolak Rencana Trump Pangkas Insentif Solar Terbarukan Impor

Patitimes.comChina bersama sejumlah perusahaan minyak besar Amerika Serikat, seperti Exxon Mobil, Chevron, dan Diamond Green Diesel LLC, secara tegas menolak rencana mantan Presiden AS Donald Trump yang ingin memangkas insentif untuk solar terbarukan berbahan baku impor.

Penolakan ini tertuang dalam surat resmi yang dikirim Pemerintah China kepada Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) pada Juli 2025 lalu. Surat tersebut mengungkapkan bahwa rencana kebijakan itu berpotensi mengganggu perdagangan global, merugikan produsen bahan bakar AS, dan melemahkan upaya penurunan emisi karbon secara signifikan.

Penolakan China dan Perusahaan Minyak AS

China menyatakan kekhawatirannya bahwa pemangkasan insentif tersebut akan berdampak negatif terhadap stabilitas rantai pasokan energi, khususnya bagi perusahaan kecil dan menengah di Amerika Serikat yang sangat bergantung pada pasokan bahan baku dari luar negeri.

Wakil Direktur Jenderal Perdagangan Global China, Jiao Yang, menegaskan bahwa kebijakan ini dapat menekan margin keuntungan, bahkan memicu kebangkrutan perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan produsen besar yang memiliki akses ke bahan baku domestik.

Sikap China ini ternyata sejalan dengan kekhawatiran sejumlah raksasa energi Amerika, seperti Exxon Mobil dan Chevron, yang telah berinvestasi besar dalam membangun fasilitas produksi diesel terbarukan berbasis bahan baku impor.

Baca Juga :  Donald Trump Bantah Akan Pecat Ketua The Fed Jerome Powell, Tapi Kritik Masih Berlanjut

Menurut analis Bloomberg Intelligence, Brett Gibbs, mayoritas kilang diesel terbarukan milik perusahaan besar AS dirancang untuk menerima pasokan bahan baku dari luar negeri melalui jalur air, bukan melalui distribusi darat seperti kereta api atau truk. Jika insentif dipangkas, perusahaan-perusahaan ini akan menghadapi biaya operasional lebih tinggi karena dipaksa membeli bahan baku domestik yang lebih sulit dijangkau dan lebih mahal dari sisi logistik.

Latar Belakang Rencana Kebijakan Trump

Proposal pemangkasan insentif ini pertama kali diajukan oleh EPA pada Juni 2025. Dalam rencananya, solar terbarukan berbahan baku impor hanya akan diberikan setengah dari kredit yang diberikan untuk biofuel berbahan baku domestik.

Kredit ini merupakan bagian dari skema Renewable Fuel Standard (RFS) yang mendorong penggunaan energi terbarukan di AS melalui insentif dan kewajiban pencampuran bahan bakar hijau.

Alasan utama di balik rencana ini adalah dorongan untuk meningkatkan penggunaan bahan baku dalam negeri, seperti minyak kedelai, lemak hewani, dan limbah minyak goreng lokal.

Baca Juga :  Perseteruan Donald Trump dan Taylor Swift Kembali Memanas, Ejekan di Truth Social Jadi Sorotan

Kebijakan ini mendapat dukungan dari lobi petani dan pengolah tanaman AS, terutama Asosiasi Pengolah Biji Minyak Nasional, yang berharap permintaan domestik terhadap minyak kedelai meningkat di tengah tekanan ekspor akibat tarif perdagangan global.

Namun, kebijakan tersebut menuai kritik karena dinilai berat sebelah dan tidak mempertimbangkan kondisi industri energi yang selama ini sudah berinvestasi dalam skema impor bahan baku.

Potensi Dampak Terhadap Industri dan Perdagangan Global

Jika diberlakukan, kebijakan ini dikhawatirkan tidak hanya akan menghambat pertumbuhan industri energi terbarukan di AS, tapi juga memicu ketegangan dagang baru antara AS dan negara mitra dagangnya, termasuk China.

“Memaksa kilang diesel terbarukan yang sudah beroperasi dengan bahan baku impor untuk beralih ke pasokan domestik sama saja dengan menciptakan hambatan buatan. Ini akan merugikan banyak produsen besar dan bisa memicu ketimpangan dalam kompetisi pasar,” ujar Brett Gibbs.

Selain itu, upaya global untuk menurunkan emisi karbon juga bisa terganggu. Pengurangan insentif pada solar terbarukan impor akan membuat biaya produksi meningkat dan mengurangi minat pelaku industri dalam memproduksi biofuel rendah emisi, padahal energi ini menjadi salah satu solusi utama dalam transisi menuju energi bersih.

Baca Juga :  Israel Setujui Gencatan Senjata atas Permintaan Donald Trump, Klaim Sukses Capai Semua Tujuan Militer

Keputusan Akhir Menanti Oktober

Saat ini, EPA masih mengkaji usulan kebijakan tersebut dan diperkirakan akan mengumumkan keputusan final terkait kewajiban pencampuran dan skema kredit biofuel untuk tahun 2026 dan 2027 pada akhir Oktober 2025.

Jika keputusan akhir tetap mengesahkan pemangkasan insentif untuk solar berbahan impor, maka industri energi di AS akan menghadapi tantangan besar dalam menyusun ulang strategi pasokan dan distribusi.

Hal ini juga bisa memicu gelombang kritik dan tekanan politik, baik dari dalam negeri maupun internasional.

Penolakan China terhadap rencana Trump memangkas insentif solar terbarukan impor menandai solidaritas internasional dalam mendukung perdagangan terbuka dan transisi energi hijau. Bersatunya negara besar seperti China dengan perusahaan minyak raksasa AS menunjukkan bahwa kebijakan energi harus memperhatikan kepentingan industri global dan keberlanjutan lingkungan, bukan hanya orientasi politik jangka pendek.