Sering Terendam Banjir, Lahan Pertanian 512 Hektare di Demak Kini Bisa Ditanami Lagi

Demak, Patitimes.com – Lahan pertanian seluas 512 hektare di Demak berhasil dipulihkan setelah sebelumnya sering terendam banjir, namun kini sudah bisa ditanami kembali. Upaya ini dilakukan lewat program normalisasi sungai dan irigasi daerah setempat.

Adapun ratusan hektare tersebut meliputi lahan di sejumlah desa, di antaranya Desa Dukun, Klitih, Pidodo, dan Kedunguter di Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak. Lahan di desa-desa tersebut sebelumnya mangkrak saat musim tanam karena banjir.

Wakil Gubernur Taj Yasin mengatakan, pengerjaan normalisasi aliran sungai dilakukan pada Sungai Pelayaran sepanjang 300 meter. Sungai tersebut menjadi penghubung antara aliran irigasi yang melintasi areal persawahan.

“Pada 3 Juli 2025 lalu saya ke sini. Luasan tanah total sekitar 512 hektare masih terendam air. Alhamdulillah saat ini sudah kering, dan sudah bisa ditanam lagi,” katanya baru-baru ini.

Baca Juga :  Warga Demak Geger Penemuan Jasad Pria di Area Persawahan

Kabupaten Demak diketahui merupakan salah satu wilayah penyumbang komoditas padi paling banyak di Jateng. Namun, peringkatnya turun menjadi nomor lima, mengingat ada lahan yang tidak bisa digunakan untuk produksi.

Maka dari itu, Taj Yasin mengimbau agar produksi padi lebih digenjot lagi ke depannya, terlebih lahan sudah bisa difungsikan kembali. Hal ini penting untuk mendukung program pemerintah pusat dalam rangka swasembada pangan.

“Tidak hanya di Kecamatan Karangtengah, tetapi kami juga melihat keseluruhan di Kabupaten Demak. Mana potensi yang bisa kita kembangkan lagi, kita kembalikan lagi, kita tanam lagi,” ucapnya.

Kabupaten Demak berkontribusi terhadap produksi padi provinsi sebesar 8,89%. Kecamatan Karangtengah sendiri merupakan salah satu sentra dengan capaian luas tanam seluas 4.951 hektare.

Baca Juga :  Pembangunan Rumah Apung bagi Warga Demak Terdampak Rob Sudah 70 Persen Rampung

Sebelumnya, banjir di wilayah tersebut menyebabkan genangan di lahan sawah, sehingga tidak bisa difungsikan untuk produksi. Hal ini menimbulkan kerugian yang mencapai Rp18 miliar per musim tanam dengan asumsi harga gabah Rp6.500 per kilogram. (*)