Patitimes.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan keprihatinan mendalam atas prediksi mencairnya es di Puncak Cartensz, Papua, yang diperkirakan akan sepenuhnya hilang pada tahun 2026.
Pernyataan tersebut disampaikan Hanif berdasarkan hasil pemantauan dan kalibrasi alam yang menunjukkan bahwa lapisan es yang tersisa di salah satu puncak tertinggi di Indonesia itu terus mengalami penyusutan drastis.
Alam Telah Memberikan Sinyal Nyata
Dalam pernyataan yang dikutip dari Antara, Hanif mengatakan bahwa kondisi pencairan es ini merupakan bentuk kalibrasi alam yang tidak dapat dimanipulasi atau disangkal.
“Alam tidak bisa dibohongi, alam telah melakukan kalibrasinya dengan sangat nyata. Kita lihat bahwa hari ini, es yang ada di Puncak Cartensz, salah satu puncak tertinggi di Indonesia, telah mencair,” ujar Hanif.
Menurutnya, meskipun Indonesia dan negara-negara lain di dunia telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, perubahan iklim global tetap memberikan dampak yang signifikan dan sulit dihindari.
Diprediksi Habis Total pada 2026
Berdasarkan proyeksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), es di Puncak Cartensz diperkirakan akan habis total pada tahun 2026. Proyeksi ini sejalan dengan kondisi terkini yang menunjukkan penyusutan es semakin cepat dari tahun ke tahun.
Hanif menambahkan bahwa meskipun ada upaya pengurangan emisi yang dilakukan, dampaknya terhadap pencairan es masih sangat minim.
“Diproyeksikan oleh BMKG, maka tutupan es akan habis pada tahun 2026 nanti,” jelasnya.
Dari Sepertiga Es Menjadi Hampir Habis
Hanif mengungkapkan bahwa pada tahun 2023 saat dirinya melakukan kunjungan langsung ke Puncak Cartensz, sekitar sepertiga bagian dari gunung masih tertutupi salju atau es. Namun, pemantauan terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar tutupan es telah mencair.
Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya tingkat emisi gas rumah kaca yang membuat suhu global meningkat dan mempercepat proses pencairan es di kawasan tropis seperti Papua.
Komitmen Global Belum Cukup Efektif
Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui berbagai kebijakan nasional dan partisipasi dalam perjanjian global seperti Paris Agreement. Namun, Hanif menilai bahwa upaya yang dilakukan masih belum cukup membawa dampak besar.
“Kesimpulannya, apapun yang kita narasikan, yang kita gembar-gemborkan dengan semangat baja, namun ternyata alam memberikan kalibrasi yang berbeda,” ujar Hanif.
“Alam menyimpulkan bahwa upaya kita belum membawa dampak yang serius untuk penurunan emisi gas rumah kaca.”
Pernyataan ini menjadi refleksi penting terhadap efektivitas kebijakan lingkungan saat ini, baik di tingkat nasional maupun internasional.
UNFCCC dan NDC Kedua Indonesia
Sebagai bagian dari tindak lanjut Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), Indonesia telah menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kedua, yang merupakan pembaruan target penurunan emisi gas rumah kaca.
Dokumen ini disusun berdasarkan mandat pertemuan COP28 di Dubai, yang meminta seluruh negara untuk memperinci target mereka dengan tahun referensi 2019 sebagai dasar perhitungan.
Hanif menyebut bahwa dokumen tersebut telah selesai disusun dan akan segera diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk ditinjau dan disahkan.
“Dokumen ini sangat penting, karena telah mengakselerasi apa yang dimandatkan di COP28 Dubai, di mana seluruh negara diminta melakukan perincian target emisi gas rumah kaca dengan tahun referensi 2019 yang dianggap representatif,” pungkas Hanif.
Puncak Cartensz: Simbol Perubahan Iklim di Indonesia
Puncak Cartensz atau Cartensz Pyramid adalah puncak tertinggi di Indonesia dan Oseania, dengan ketinggian lebih dari 4.800 meter di atas permukaan laut. Keberadaan es abadi di puncak gunung tropis ini telah menjadi ikon unik Indonesia selama puluhan tahun.
Namun, dengan terus mencairnya es di puncak tersebut, Indonesia kehilangan salah satu indikator alam paling jelas dari dampak krisis iklim global.
Pencairan total es di Puncak Cartensz yang diprediksi akan terjadi pada 2026 menjadi peringatan serius bagi dunia. Meskipun Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, dampak nyata di lapangan menunjukkan bahwa upaya tersebut perlu ditingkatkan dan dipercepat.
Kehilangan es abadi di Cartensz bukan hanya soal estetika alam, tetapi juga simbol dari cepatnya perubahan iklim dan pentingnya komitmen nyata dari seluruh pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat.
markom Patitimes.com