Patitimes.com – Polemik hak cipta lagu-lagu hits band Kerispatih kembali memanas. Musisi dan pencipta lagu, Doadibadai Hollo alias Badai, buka suara menanggapi pernyataan mantan vokalis Kerispatih, Sammy Simorangkir, terkait larangan membawakan lagu-lagu lama band tersebut tanpa membayar sejumlah biaya.
Dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (28/7), Badai mempertanyakan konsistensi Sammy yang menurutnya sempat menyatakan tidak lagi membutuhkan lagu-lagu ciptaannya.
“Dia pernah mengatakan kepada saya tahun 2023 kalau enggak salah, ‘Gue enggak butuh lagu lo’. Nah, kalau memang enggak butuh, kenapa masih dibawain di mana-mana?” ujar Badai.
Pernyataan itu, menurut Badai, seharusnya menjadi komitmen yang dipegang Sammy secara konsisten. Namun, kenyataannya, lagu-lagu hits Kerispatih seperti “Mengenangmu”, “Bila Rasaku Ini Rasamu”, hingga “Tapi Bukan Aku” masih sering dibawakan oleh Sammy di berbagai panggung musik.
“Saya minta konsekuensi dari ucapannya sendiri. Kalau memang sudah tidak butuh, ya harusnya tidak dibawakan lagi,” tantang Badai.
Badai Tegaskan Tak Pernah Minta Uang Secara Pribadi
Sebelumnya, dalam sidang uji materiil UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK), Sammy mengaku pernah diminta membayar Rp 5 juta per lagu jika ingin membawakan lagu-lagu Kerispatih. Namun, Badai menegaskan bahwa permintaan tersebut bukan berasal darinya secara pribadi.
“Kalau dibilang dimintai duit Rp 5 juta, itu kan katanya secara lisan, dan itu permintaan dari manajemen kami saat itu, bukan saya pribadi,” jelas Badai.
Lebih lanjut, Badai meragukan apakah Sammy pernah benar-benar melakukan pembayaran seperti yang ia klaim. Ia menyebut, sejak Sammy keluar dari Kerispatih, pihak manajemen memang tidak mengizinkan mantan vokalis itu membawakan lagu-lagu yang sudah menjadi katalog resmi band.
“Saya enggak pernah merasa menerima pembayaran langsung dari Sammy. Bahkan, saya tidak tahu apakah dia benar-benar bayar ke manajemen. Yang saya tahu, memang dulu dilarang karena dia bukan bagian dari Kerispatih lagi,” tambah Badai.
Badai Klaim Dirinya yang Justru Dirugikan
Alih-alih merugikan Sammy, Badai mengklaim bahwa dirinya justru menjadi pihak yang paling dirugikan dalam polemik ini. Menurutnya, ia tak pernah mempermasalahkan penggunaan lagunya secara terbuka, namun juga tidak pernah menerima bayaran yang jelas dari pertunjukan-pertunjukan yang menyanyikan karyanya.
“Waktu sidang MK, dia bilang enggak pernah dipersoalkan, jadi sebenarnya yang rugi siapa? Ya saya. Dari LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) juga enggak jelas. Dia manggung di mana-mana bawa lagu saya, tapi royalti ke saya enggak jelas,” tegasnya.
Badai juga menilai bahwa kasus ini mencerminkan betapa lemahnya perlindungan terhadap hak cipta pencipta lagu di Indonesia. Ia berharap ada kejelasan hukum dan sistem yang lebih adil untuk para musisi yang menggantungkan hidup dari royalti karya.
Tak Tertarik Reuni Kerispatih
Lebih jauh, Badai mengungkapkan bahwa konflik ini membuat dirinya enggan untuk menggelar reuni dengan formasi awal Kerispatih. Menurutnya, potensi konflik seperti ini justru bisa mengganggu semangat kebersamaan dan esensi musik itu sendiri.
“Salah satu alasan saya malas reuni dengan Kerispatih karena saya malas menghadapi hal-hal kayak begini. Musik harusnya menyatukan, bukan memecah,” ungkap Badai.
Meski demikian, Badai tetap menghargai karya solo Sammy Simorangkir yang dinilainya juga berkualitas. Ia menyarankan agar Sammy lebih fokus membawakan lagu-lagu ciptaannya sendiri dalam karier solonya.
“Saya tidak bilang lagu Sammy jelek, dia juga punya lagu bagus. Jadi, kenapa enggak fokus ke situ saja?” ucapnya.
Pentingnya Perlindungan Hak Cipta
Kasus antara Badai dan Sammy Simorangkir kembali menegaskan pentingnya edukasi soal hak cipta musik di kalangan pelaku industri hiburan. Tak sedikit musisi yang masih belum paham aturan legal terkait hak ekonomi atas karya cipta, terutama setelah mereka keluar dari grup musik atau kolaborasi tertentu.
Masyarakat dan pemangku kebijakan pun didorong untuk memperkuat sistem Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar transparansi royalti dan hak-hak pencipta lagu bisa lebih terjamin ke depannya.
markom Patitimes.com