Patitimes.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap kasus perakitan dan penjualan ponsel ilegal yang berasal dari impor suku cadang bekas. Kasus ini terungkap di sebuah ruko di kawasan Green Court, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam ekspose yang dilakukan Rabu (23/7), Budi menyebut total nilai barang yang disita mencapai Rp 17,6 miliar.
“Barang-barangnya telah kita hasilkan sebanyak 5.100 handphone yang dirakit di sini dengan nilai kurang lebih Rp 12,08 miliar. Kemudian juga kita temukan sebanyak 747 koli aksesoris, casing, charger senilai Rp 5,54 miliar,” jelas Budi di lokasi.
Pengungkapan kasus ini menjadi sorotan publik karena menyoroti praktik penjualan smartphone hasil rakitan ilegal dengan harga murah melalui platform e-commerce. Tindakan ini dinilai merugikan konsumen, merusak pasar, dan melanggar sejumlah ketentuan hukum di Indonesia.
Rakitan dari Suku Cadang Bekas Impor Ilegal
Menurut keterangan resmi Mendag, seluruh ponsel yang ditemukan merupakan hasil rakitan dari suku cadang atau sparepart bekas yang diimpor secara ilegal dari China melalui Batam. Sparepart tersebut kemudian dibawa ke Jakarta dan dirakit di ruko Green Court, sebelum dijual secara daring dengan harga miring.
Budi menyebut, produksi ilegal ini telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2023, dengan kemampuan produksi hingga ribuan unit per minggu. Praktik ini tidak hanya melanggar ketentuan impor, tapi juga melakukan penipuan terhadap konsumen karena produk yang dijual dikemas seolah-olah sebagai barang baru.
“Barang-barang ini sebenarnya barang bekas, tapi dikemas ulang dan dijual sebagai ponsel baru. Ini tentu saja menyesatkan konsumen,” tegas Budi.
Penjualan Lewat E-Commerce dengan Harga Murah
Dari penelusuran yang dilakukan Kemendag, toko e-commerce yang menjual ponsel-ponsel hasil rakitan ilegal tersebut memiliki lebih dari 11.000 pengikut dan menjajakan setidaknya 25 produk aktif. Menariknya, semua produk dijual dengan harga ratusan ribu rupiah, jauh di bawah harga pasar untuk produk-produk sekelas iPhone, Oppo, Vivo, hingga Redmi.
Mendag menyampaikan bahwa praktik penjualan dengan harga tidak masuk akal seharusnya bisa menjadi indikator awal bagi marketplace untuk mendeteksi pelanggaran. Ia pun menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan penyedia platform e-commerce dalam mengawasi peredaran produk ilegal.
“Marketplace seharusnya bisa curiga dari harga yang ditawarkan. Kalau terlalu murah, patut dipertanyakan,” kata Budi.
Proses Pengungkapan Berawal dari Pengaduan Masyarakat
Budi mengungkap bahwa pengawasan ini dilakukan berkat informasi awal dari masyarakat dan pantauan tim Kemendag di marketplace. Pemeriksaan kemudian dilakukan sejak 15 Juli 2025, hingga akhirnya berhasil mengungkap lokasi produksi dan perakitan ponsel ilegal.
Temuan ini menjadi bukti nyata pentingnya peran serta masyarakat dalam pelaporan praktik curang yang merugikan banyak pihak. Setelah ekspose, seluruh barang bukti diamankan dan toko tersebut resmi ditutup serta dilarang menjalankan kegiatan usaha.
Jerat Hukum dan Sanksi Pidana
Kasus ini tidak berhenti pada penyitaan barang dan penutupan usaha. Pedagang yang terbukti melakukan pelanggaran akan dijerat dengan berbagai pasal pidana dari sejumlah undang-undang yang berlaku. Beberapa pasal yang dikenakan antara lain:
-
UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
-
Pasal 111 jo. Pasal 47 ayat (1)
-
Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar.
-
-
UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
-
Pasal 100 ayat (1)
-
Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.
-
-
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
-
Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (1) huruf a dan b
-
Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.
-
-
UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
-
Pasal 52 jo. Pasal 32
-
Ancaman pidana 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.
-
-
UU Perlindungan Konsumen terkait MKG (Manual Kartu Garansi)
-
Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j
-
Ancaman penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.
-
Penegakan Hukum dan Langkah Selanjutnya
Mendag Budi menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan proses hukum berjalan tuntas. Selain itu, Kemendag juga akan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas jual-beli online dan mendorong penyedia platform e-commerce untuk meningkatkan sistem verifikasi pedagang.
“Kami berharap kasus ini jadi pelajaran bagi semua pihak—baik pedagang, e-commerce, maupun konsumen. Jangan tergiur harga murah yang tidak masuk akal, karena bisa jadi itu barang ilegal atau rekondisi,” pesan Budi.
Kasus pengungkapan penjualan ponsel rakitan dari suku cadang bekas ilegal di Cengkareng menjadi peringatan keras bagi semua pelaku usaha dan marketplace. Pemerintah tidak akan mentoleransi praktik curang yang merugikan konsumen dan merusak ekosistem perdagangan digital. Di sisi lain, masyarakat juga diimbau untuk lebih cermat dalam membeli produk secara online dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.
markom Patitimes.com