Jakarta, Patitimes.com – Setelah memberlakukan pajak bagi pedagang online, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini tengah menjajaki potensi pengenaan pajak media sosial dan data digital sebagai sumber penerimaan negara baru. Wacana ini muncul di tengah upaya pemerintah meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sekaligus memperluas basis pajak nasional di era ekonomi digital.
Wacana ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI. Menurutnya, media sosial dan data digital memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara melalui pendekatan berbasis data.
“Segi administrasi itu pertama penggalian potensi (pajak) itu melalui data analitik maupun media sosial,” ujar Anggito di hadapan anggota dewan, menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi digital dalam sistem perpajakan nasional.
Pemanfaatan Data untuk Penggalian Potensi Pajak
Kemenkeu menganggap media sosial dan data digital sebagai aset strategis dalam ekonomi digital yang terus berkembang. Dengan miliaran data yang dihasilkan setiap hari oleh pengguna internet di Indonesia, Anggito menilai bahwa teknologi data analitik bisa menjadi alat yang efektif untuk mengidentifikasi potensi pajak tersembunyi.
Meski demikian, hingga kini belum ada penjelasan teknis rinci mengenai bentuk dan mekanisme pemajakan media sosial dan data digital tersebut. Pemerintah masih dalam tahap eksplorasi dan kajian terhadap pendekatan yang akan digunakan agar tetap adil, transparan, dan tidak membebani pelaku usaha digital secara berlebihan.
Dukungan Anggaran untuk Inovasi Perpajakan
Wacana penerapan pajak media sosial dan data digital ini disebut akan didukung oleh alokasi anggaran sebesar Rp 1,99 triliun pada tahun 2026. Anggaran ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas digital Kemenkeu dan sistem informasi perpajakan yang mampu memantau aktivitas ekonomi digital secara real-time.
Sementara itu, total pagu anggaran yang diajukan Kementerian Keuangan untuk tahun 2026 mencapai Rp 52,017 triliun, sebagian besar digunakan untuk mendukung program-program strategis nasional di bidang fiskal dan pengelolaan pendapatan negara.
Pajak Pedagang Online Sudah Diterapkan
Sebelum mewacanakan pajak media sosial dan data digital, pemerintah melalui Kemenkeu telah lebih dulu menerbitkan aturan mengenai pajak pedagang online. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelapor Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Pedagang Dalam Negeri dalam sistem e-commerce.
Mulai 14 Juli 2025, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau e-commerce seperti marketplace resmi dijadikan pihak pemungut pajak penghasilan bagi para pedagang yang berdagang di platform mereka.
Besaran pungutan PPh yang dikenakan berdasarkan aturan tersebut adalah 0,5 persen dari peredaran bruto, sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah penting dalam menertibkan ekonomi digital dan menciptakan keadilan pajak antara pelaku usaha konvensional dan digital.
Target Penerimaan Negara Tahun Depan
Pemerintah menargetkan peningkatan rasio penerimaan negara terhadap PDB di kisaran 11,71 persen hingga 12,22 persen pada tahun mendatang. Sementara itu, rasio perpajakan nasional ditargetkan mencapai 10,08 persen hingga 10,45 persen, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diproyeksikan berada di kisaran 1,63 persen hingga 1,76 persen.
Langkah-langkah seperti pengenaan pajak pedagang online, serta wacana pemajakan media sosial dan data digital, dinilai sebagai bagian dari strategi jangka menengah untuk mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia, terutama di tengah tantangan global dan kebutuhan pembiayaan program-program strategis nasional.
Tantangan dan Respons Publik
Meski bertujuan memperluas basis pajak, wacana ini diprediksi akan memicu berbagai reaksi dari masyarakat, pelaku usaha digital, dan aktivis perlindungan data. Beberapa pihak menyoroti potensi tumpang tindih regulasi, serta kekhawatiran akan pelanggaran privasi jika data digital digunakan sebagai basis pemungutan pajak.
Namun, pemerintah menegaskan bahwa seluruh langkah yang akan diambil akan tetap mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan perlindungan data pribadi, sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
markom Patitimes.com