Pondok Pesantren Besuk Keluarkan Fatwa Haram untuk Sound Horeg, Didukung MUI Jatim

Pasuruan, Patitimes.com – Pondok Pesantren Besuk, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan sound horeg. Keputusan penting ini muncul usai sejumlah ulama yang tergabung dalam Forum Satu Muharram (FSM) 1447 Hijriah menggelar Bahtsul Masail pada Kamis hingga Jumat, 26-27 Juni 2025. Fatwa haram ini menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan masyarakat yang selama ini familiar dengan penggunaan sound horeg dalam berbagai acara.

Apa Itu Sound Horeg?

Sound horeg adalah istilah yang merujuk pada alat pengeras suara berukuran besar dengan suara yang sangat keras dan dentuman bass yang kuat, biasanya digunakan untuk mengiringi acara takbiran keliling, pesta, atau hajatan. Meskipun belum ada aturan resmi yang melarang penggunaan sound horeg, suara bising yang dihasilkan sering menimbulkan keluhan dari masyarakat sekitar. Tidak hanya itu, penggunaan sound horeg juga sering dianggap mengganggu ketenangan lingkungan sosial dan budaya setempat.

Fatwa Haram dari Ponpes Besuk: Fokus pada Dampak Sosial-Budaya

Fatwa yang dikeluarkan oleh Ponpes Besuk tidak semata-mata memandang pada tingkat kebisingan suara sound horeg saja, tetapi juga mempertimbangkan mulazim atau konsekuensi sosial-budaya yang menyertainya. Dengan kata lain, fatwa ini menilai dampak menyeluruh dari penggunaan sound horeg, mulai dari gangguan kesehatan, ketenangan lingkungan, hingga nilai-nilai keagamaan dan budaya yang bisa terganggu.

Meski demikian, Ponpes Besuk menegaskan bahwa fatwa tersebut berdiri sendiri sebagai keputusan keagamaan dan belum ada regulasi atau aturan resmi yang mengatur larangan sound horeg di tingkat pemerintah daerah maupun nasional. Namun, fatwa ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat agar lebih bijak dalam penggunaan sound horeg.

Dukungan Penuh dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur

Menanggapi fatwa tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur memberikan dukungan penuh. Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin, menyatakan bahwa Ponpes Besuk memiliki otoritas keilmuan yang kuat dalam mengeluarkan fatwa ini.

“Mushahih-nya bernama Kiai Muhibbul Ahmad. Beliau masuk jajaran syuriah PBNU,” ungkap KH Ma’ruf Khozin, Rabu (2/7).
“Kapasitas keilmuan beliau sudah tidak diragukan dan sudah diakui oleh kalangan pesantren. Metode pengambilan hukumnya juga sudah tepat dan benar,” tambahnya.

KH Ma’ruf menjelaskan bahwa fatwa Ponpes Besuk sudah mempertimbangkan banyak aspek, termasuk dampak psikologis dan sosial bagi masyarakat.

Larangan Takbiran Keliling Menggunakan Sound Horeg

MUI Jatim sebelumnya juga telah mengeluarkan aturan serupa terkait larangan penggunaan sound horeg saat takbiran keliling. Menurut KH Ma’ruf, takbiran yang menggunakan sound horeg tidak diperkenankan karena suara yang dihasilkan bukanlah suara takbir yang layak didengarkan, melainkan suara dentuman keras mirip musik disko yang dapat mengganggu ketenangan warga sekitar.

“Bayangkan, ketika ada orang sakit di rumah, mereka pasti terganggu dengan suara keras yang lewat di depan rumahnya. Atau saat pengajian di pesantren, lalu dilewati sound horeg, ini jelas mengganggu,” jelas KH Ma’ruf.

Ia juga menambahkan bahwa gangguan yang ditimbulkan oleh sound horeg tidak hanya terbatas pada ketenangan mental, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan pendengaran dan bahkan berpotensi merusak kaca rumah akibat getaran suara.

Potensi Fatwa Resmi dari MUI Jatim

KH Ma’ruf menyampaikan bahwa MUI Jawa Timur tidak menutup kemungkinan akan mengeluarkan fatwa resmi yang melarang penggunaan sound horeg jika memang ditemukan bahwa alat ini terus menimbulkan keresahan dan gangguan di masyarakat.

“Kalau ke depan sound horeg ini terus meresahkan masyarakat dan ada permintaan dari berbagai pihak, besar kemungkinan MUI Jatim akan memperkuat fatwa ini secara resmi,” ujarnya.

Meski demikian, saat ini fatwa resmi dari MUI Jatim terkait sound horeg belum diterbitkan. Namun, metode pengambilan hukum yang digunakan oleh Ponpes Besuk sudah sangat sesuai dengan kaidah fikih dan hukum Islam.

Implikasi Fatwa bagi Masyarakat dan Penyelenggara Acara

Fatwa haram ini sebaiknya menjadi peringatan dan panduan bagi masyarakat khususnya penyelenggara acara yang kerap menggunakan sound horeg. Kesadaran untuk mengurangi penggunaan suara keras dan mempertimbangkan kenyamanan lingkungan sekitar sangat penting.

Penerapan fatwa ini secara sosial diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif, seperti gangguan kesehatan, ketidaknyamanan masyarakat, dan konflik sosial. Di sisi lain, fatwa ini juga mengingatkan pentingnya menjaga adab dan etika dalam menggunakan teknologi suara agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya lokal.

Fatwa haram yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Besuk tentang sound horeg mendapat dukungan penuh dari Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur. Keputusan ini didasarkan pada dampak sosial, budaya, dan kesehatan yang cukup signifikan akibat penggunaan sound horeg yang bising dan mengganggu ketenangan masyarakat.

Masyarakat dan penyelenggara acara diimbau untuk lebih bijak dalam menggunakan pengeras suara dan menghindari penggunaan sound horeg demi menjaga kenyamanan bersama dan menghormati nilai-nilai keagamaan serta sosial budaya setempat.