Patitimes.com– Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas menyusul konflik sengketa wilayah perbatasan yang sudah berlangsung lama. Memasuki akhir Juni 2025, situasi semakin memburuk setelah terjadi kontak senjata mematikan antara kedua negara, yang menewaskan seorang tentara asal Kamboja.
Perselisihan ini telah memicu gelombang kebijakan saling ‘menghukum’ dari kedua belah pihak. Baik Thailand maupun Kamboja kini melakukan berbagai pembatasan lintas batas yang berdampak langsung terhadap warga sipil, sektor bisnis, hingga stabilitas regional di Asia Tenggara.
Awal Ketegangan: Kontak Senjata dan Korban Jiwa
Konflik kembali mencuat ketika pasukan militer dari Thailand dan Kamboja terlibat bentrokan di wilayah perbatasan pada akhir bulan lalu. Insiden tersebut mengakibatkan seorang prajurit Kamboja tewas di tempat. Meski sebelumnya telah ada berbagai upaya damai, peristiwa ini justru menjadi pemicu eskalasi baru yang lebih serius.
Dalam keterangannya kepada media, pihak militer Thailand menyebut situasi saat ini sebagai “konflik yang terus intensif secara politis, diplomatis, dan militer”, merujuk pada ketegangan di sepanjang wilayah perbatasan kedua negara.
Larangan Masuk dari Thailand, Kamboja Balas dengan Sanksi Dagang
Menanggapi kondisi keamanan yang semakin tidak stabil, pemerintah Thailand mengeluarkan larangan masuk bagi kendaraan, wisatawan, dan pelaku bisnis dari Kamboja di seluruh provinsi perbatasan. Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak Senin, 23 Juni 2025.
Namun, otoritas Thailand memberikan pengecualian untuk warga Kamboja yang memiliki keperluan mendesak seperti pengobatan, studi, dan urusan darurat lainnya.
Sebagai respons, pemerintah Kamboja juga mengambil langkah tegas. Tidak hanya menghentikan pasokan gas dan bahan bakar dari Thailand, Kamboja turut menyetop impor produk pertanian seperti buah dan sayuran dari negara tetangganya itu. Kedua negara kini terlibat dalam semacam perang ekonomi skala kecil, yang diprediksi akan berdampak signifikan pada masyarakat perbatasan.
Akar Masalah: Warisan Kolonial yang Belum Tuntas
Sengketa antara Thailand dan Kamboja sebenarnya bukan hal baru. Persoalan ini bermula dari penetapan garis batas yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Prancis di kawasan Indochina. Garis perbatasan yang membentang sepanjang lebih dari 800 kilometer itu telah lama menjadi sumber konflik, terutama karena tidak seluruh wilayah ditentukan secara jelas.
Menurut laporan AFP, sejak tahun 2008 telah terjadi berbagai insiden kekerasan di wilayah ini. Setidaknya 28 orang dilaporkan tewas akibat bentrokan bersenjata selama lebih dari satu dekade terakhir. Konflik tersebut sempat mereda beberapa kali, namun kembali memuncak ketika kontak senjata terbaru terjadi bulan lalu.
Politik Dalam Negeri Thailand Terimbas
Perselisihan ini juga berdampak pada situasi politik dalam negeri Thailand. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra menjadi sorotan setelah percakapan telepon pribadinya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik.
Dalam pembicaraan tersebut, Paetongtarn disebut-sebut memberikan pernyataan yang dianggap merendahkan kekuatan militer Thailand demi meredakan ketegangan. Hal ini menuai kecaman dari kalangan oposisi, bahkan memicu desakan agar ia mundur dari jabatannya.
Isu ini pun menjadi bahan bakar bagi lawan politik untuk mengkritik kebijakan luar negeri Thailand yang dinilai lemah dan inkonsisten, khususnya dalam menangani krisis perbatasan yang sensitif.
Perbatasan Masih Tertutup, Warga Terjebak Ketidakpastian
Hingga kini, pihak militer Thailand menyatakan belum mengetahui kapan perbatasan akan kembali dibuka. Petugas di lapangan mengaku hanya menjalankan perintah pusat tanpa informasi yang jelas. Sementara itu, warga di wilayah perbatasan harus menanggung dampak langsung dari kebijakan ini—termasuk terganggunya aktivitas ekonomi dan mobilitas harian.
Banyak pelaku usaha kecil yang mengandalkan perdagangan lintas batas kini mengalami kerugian besar. Selain itu, masyarakat yang memiliki keluarga atau kepentingan di seberang perbatasan pun tidak dapat melakukan perjalanan seperti biasa.
Solusi Masih Jauh dari Harapan
Upaya pembicaraan damai antara kedua negara saat ini masih macet. Masing-masing pihak tampaknya belum menemukan titik temu untuk meredakan konflik. Sementara komunitas internasional menyerukan penyelesaian diplomatik, tidak ada tanda-tanda nyata bahwa dialog produktif akan segera terjadi.
Ketegangan yang terus meningkat ini dikhawatirkan akan memicu konflik terbuka yang lebih luas jika tidak segera ditangani secara bijak. Baik Thailand maupun Kamboja diharapkan dapat menunjukkan komitmen terhadap stabilitas kawasan dan melibatkan pihak ketiga netral untuk memediasi masalah perbatasan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini.
markom Patitimes.com