Dolar AS Terus Melemah: Investor Global Mulai Kehilangan Kepercayaan

Patitimes.com- Dolar Amerika Serikat (AS)—yang selama ini dianggap sebagai mata uang paling dominan di dunia—mulai kehilangan pamornya di mata para investor global. Sepanjang tahun 2025, dolar AS tercatat melemah tajam terhadap hampir seluruh mata uang utama dunia, termasuk euro, pound sterling, hingga franc Swiss. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa kepercayaan terhadap greenback semakin goyah.

Penyebab Utama Melemahnya Dolar AS

Pelemahan dolar AS bukan terjadi tanpa sebab. Salah satu faktor utama adalah situasi politik dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, yang kembali menjabat untuk periode kedua. Sejak awal tahun, nilai tukar dolar tercatat telah turun lebih dari 10 persen terhadap sejumlah mata uang utama dunia.

Kebijakan ekonomi Trump yang cenderung proteksionis, seperti kenaikan tarif impor, peningkatan tekanan terhadap bank sentral (The Fed), serta rencana pemotongan pajak besar-besaran, dinilai menciptakan ketidakpastian pasar global. Ketidakpastian ini menjadi musuh utama bagi stabilitas nilai tukar.

Pelemahan Dolar: Strategi Terselubung?

Mengutip laporan dari Bloomberg, pelaku pasar mulai melihat kebijakan ekonomi Trump sebagai sumber risiko yang serius. Bahkan, muncul dugaan bahwa pelemahan dolar mungkin disengaja oleh pemerintah AS untuk meningkatkan daya saing sektor manufaktur di pasar global. Dugaan ini diperkuat ketika mata uang regional Asia seperti dolar Taiwan sempat menguat hingga 4 persen dalam waktu satu jam terhadap dolar AS—sebuah pergerakan yang tidak biasa.

Investor Global Mulai Menjauh dari Dolar

Dalam kondisi normal, permintaan terhadap dolar AS sangat tinggi karena dianggap sebagai mata uang cadangan global dan acuan transaksi internasional. Namun, tren pelemahan dolar membuat investor global menjadi lebih hati-hati. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah AS yang kini telah melampaui USD 4 triliun per tahun.

Jika nilai tukar dolar terus terdepresiasi, maka investor asing yang membeli aset dalam denominasi dolar akan mengalami kerugian saat mengonversi hasil investasinya ke mata uang lokal. Hal ini membuat dolar AS tidak lagi menarik bagi banyak manajer dana global.

Stephen Miller, konsultan keuangan dari GSFM Australia, menyatakan, “Trump benar-benar bermain api. Jika ini dibiarkan, pelemahan bertahap dolar bisa berubah menjadi krisis keuangan serius.”

Data Pasar Tunjukkan Sinyal Bearish terhadap Dolar

Lembaga seperti Commodity Futures Trading Commission (CFTC) mencatat bahwa posisi jual bersih terhadap dolar AS pada pertengahan Juni telah mencapai USD 15,9 miliar. Angka ini menunjukkan sentimen negatif yang kuat dari para spekulan di pasar valuta asing.

Sementara itu, Bank of America menyebutkan bahwa kepemilikan dolar di kalangan manajer dana kini berada di level terendah dalam 20 tahun terakhir. Bahkan, lembaga-lembaga keuangan besar seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs memperkirakan dolar masih overvalued sebesar 10 hingga 15 persen, dan akan terus melemah ke level yang lebih rendah seperti saat awal pandemi COVID-19.

Ketidakstabilan Fiskal AS Menambah Tekanan

Selain faktor eksternal, kondisi dalam negeri AS juga semakin memperparah tekanan terhadap dolar. Pada bulan Mei lalu, lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat utang AS, mengingat defisit anggaran yang kini menembus lebih dari 6 persen dari PDB. Rencana RUU pajak terbaru dari pemerintahan Trump bahkan diperkirakan akan menambah defisit sebesar USD 3 triliun dalam satu dekade ke depan.

Pasar Obligasi Tidak Lagi Mendukung Dolar

Biasanya, ketika imbal hasil surat utang AS meningkat, nilai tukar dolar ikut menguat karena menarik arus modal asing. Namun kali ini berbeda. Yield obligasi AS naik, tetapi dolar tetap melemah. Ini mengindikasikan bahwa daya tarik surat utang AS sebagai aset safe haven mulai luntur.

Leah Traub, manajer portofolio dari Lord Abbett, menegaskan, “Begitu investor global mulai mendiversifikasi aset dari dolar, nilainya akan makin merosot. Dan jika tren ini sudah terbentuk, sangat sulit untuk dibalikkan.”

Pelemahan dolar AS di tahun 2025 menjadi cerminan krisis kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi dan politik AS. Investor global mulai mengambil langkah-langkah diversifikasi, meninggalkan dolar demi mata uang lain yang dianggap lebih stabil. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin status dolar sebagai mata uang cadangan dunia akan tergeser—sebuah skenario yang bisa mengubah lanskap keuangan global dalam waktu dekat.