Jakarta, Patitimes.com– Setelah resmi diputus cerai dari aktor dan YouTuber Baim Wong oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Paula Verhoeven kini menjadi sasaran hujatan warganet. Kuasa hukum Paula, Alvon Kurnia Palma, menyampaikan bahwa kondisi kliennya tidak baik-baik saja dan terus memburuk akibat tekanan dari publik, terutama di media sosial.
Alvon menyayangkan banyaknya komentar negatif dan tudingan yang diarahkan kepada Paula pasca-putusan hakim yang menyatakan dirinya bersalah karena selingkuh dari Baim Wong. Menurutnya, banyak hujatan itu muncul karena publik hanya melihat informasi dari satu sisi, tanpa mengetahui secara menyeluruh permasalahan yang sebenarnya terjadi.
“Kalau semisalnya diadili oleh pers saja, orang kan sangat sedih, ya, apalagi trial by the sosmed, itu jadi persoalan. Karena itu kan sepihak, searah,” kata Alvon saat ditemui di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Diadili Secara Sepihak oleh Netizen
Menurut Alvon, fenomena trial by social media telah memperburuk kondisi psikologis Paula. Ia mengungkapkan, kliennya mendapatkan banyak pesan yang berisi hinaan, cacian, dan bahkan ancaman. Sebagian besar komentar tersebut, katanya, berasal dari orang-orang yang tidak memahami konteks dan hanya ikut-ikutan menghakimi.
“Ini kan dihakimi oleh orang yang tidak tahu persoalan. Orang yang tidak tahu persoalan, dia menghakimi, dia judge, dan kemudian dia berupaya seolah-olah dia paling tahu,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Paula merasa sangat terpukul karena dampak dari perkara ini tidak hanya dirasakan oleh dirinya, namun juga berpotensi berimbas pada anak-anaknya yang masih kecil.
Kekhawatiran Akan Dampak pada Anak
Alvon menekankan bahwa fokus utama Paula saat ini bukan hanya pada citra dirinya, tetapi pada kondisi psikologis anak-anaknya yang menurutnya masih sangat rentan. Ia berharap masyarakat bisa lebih bijak dan tidak menambah beban yang sudah berat ini dengan hujatan yang bisa memperburuk situasi keluarga mereka.
“Yang paling penting itu sebenarnya mereka punya keluarga. Yang jauh lebih penting lagi adalah dia punya anak,” ujar Alvon.
“Anak masih kecil. Ini masih rentan, sangat rentan sekali. Nah makanya kerentanan-kerentanan ini dijaga. Agar dia tidak tahu. Bukan tidak tahu, nanti ada masanya dia tahu, sehingga secara dewasa dia bisa memahami,” tambahnya.
Menurut Alvon, jika kondisi ini dibiarkan tanpa ada kontrol, maka akan muncul efek psikologis jangka panjang pada anak-anak. Ia khawatir, trauma yang dialami anak-anak akibat konflik orang tua yang terekspos di media bisa memengaruhi pertumbuhan mental dan sosial mereka.
“Anak-anak itu kan tunas-tunas bangsa ke depannya. Kalau anak-anak itu tercederai secara psikologisnya, itu akan menimbulkan dampak negatif, bukan hanya untuk keluarganya tapi juga untuk masyarakat sekitar,” jelasnya.
Putusan Cerai dan Harta Gono Gini
Sebelumnya, Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengabulkan gugatan cerai yang diajukan oleh Baim Wong terhadap Paula Verhoeven. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Paula terbukti berselingkuh dan menjatuhkan label “istri durhaka” atas tindakan tersebut.
Atas dasar itu, Paula hanya berhak mendapatkan nafkah mut’ah sebesar Rp 1 miliar. Putusan ini menuai kontroversi di ruang publik dan menjadi bahan perdebatan luas di media sosial, terutama karena menyangkut kehidupan rumah tangga selebritas yang dikenal luas di kalangan masyarakat.
Situasi yang kini dihadapi Paula Verhoeven menggambarkan sisi lain dari kehidupan seorang publik figur. Ketika masalah pribadi terekspos ke ruang publik, batas antara privasi dan konsumsi masyarakat seolah lenyap. Tak jarang, warganet merasa berhak untuk menghakimi, bahkan sebelum memahami persoalan secara utuh.
Kasus perceraian Paula dan Baim Wong menjadi sorotan nasional, terlebih setelah putusan hakim menyatakan Paula bersalah karena dugaan perselingkuhan. Tak berhenti di situ, opini publik yang berkembang di media sosial turut memperburuk tekanan psikologis yang dirasakan Paula. Hujatan dan cacian datang silih berganti, seolah ruang pribadi tidak lagi ada.
Namun dalam hiruk-pikuk pemberitaan dan komentar publik ini, ada hal yang sering terlupakan: keberadaan anak-anak. Dalam sebuah konflik rumah tangga, terutama yang terjadi secara terbuka, anak kerap menjadi korban yang tak terlihat. Mereka menyerap emosi, tekanan, dan bahkan stigma sosial yang mungkin belum mereka pahami sepenuhnya.
Karena itu, sangat penting bagi publik untuk menahan diri dan menunjukkan empati. Proses hukum telah berjalan dan putusan telah diberikan. Publik sebaiknya memberi ruang bagi kedua belah pihak untuk menyembuhkan diri dan fokus pada kepentingan anak.
Di tengah badai media dan komentar sosial, jangan sampai kita lupa bahwa ada generasi muda yang sedang tumbuh dan mereka layak mendapatkan lingkungan emosional yang sehat, bukan warisan luka dari konflik orang tuanya.
markom Patitimes.com